Christian Hadinata: Persiapan Sudah Maksimal, tapi...
Penampilan tim bulutangkis Indonesia tak sesuai harapan di Olimpiade Paris 2024. Padahal segala upaya dalam mendukung performa Fajar Alfian dan kawan-kawan sudah sangat maksimal. Kenapa?
Menuju Olimpiade Paris 2024, PBSI membentuk Tim Ad Hoc Olimpiade yang terdiri dari legenda-legenda pbulutangkis, psikolog, gizi, sport science, tim dokter, hingga tim pendukung lainnya.
Mereka dibentuk awal Januari dengan M. Fadil Imran sebagai ketuanya. Selama itu pula, tim bulutangkis mendapatkan program latihan khusus, demi mewujudkan prestasi gemilang yaitu meneruskan tradisi medali emas. Syukur-syukur lebih dari satu.
Bahkan, mereka juga melalui karantina di Pelatnas PBSI, hingga training camp di Chambly, Prancis. Mentor-mentor yang merupakan peraih medali emas Olimpiade sebelumnya juga turut dibawa. Dari mulai Taufik Hidayat hingga Greysia Polii.
Sayangnya, saat di lapangan, implementasinya tak sesuai harapan. Sembilan atlet dari lima sektor yang lolos Olimpiade Paris 2024, satu per satu berguguran. Paling miris mereka tersingkir di fase grup.
Gregoria Mariska Tunjung dari tunggal putri menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang melaju paling jauh yaitu semifinal Olimpiade 2024. Ia kalah dari An Se Young, tunggal nomor 1 dunia dari Korea Selatan.
Namun, Jorji, panggilan karibnya, mendapatkan medali perunggu setelah Carolina Marin memutuskan mundur karena cedera yang dialaminya saat menghadapi He Bing Jiao di babak semifinal.
Medali Gregoria sekaligus menyelamatkan wajah bulutangkis Indonesia yang nyaris tercoreng. Meski akhirnya bulutangkis Indonesia tetap bisa dikatakan gagal karena tak mampu melanjutkan tradisi medali emas, terakhir kali di Olimpiade 2020 Tokyo.
Christian Hadinata, Direktur Teknik Tim Ad Hoc Olimpiade, mengatakan